Kamis, 27 November 2014

Memberi Keteladanan Sebelum Berdakwah
(Al Qudwah Qabla Ad’ Da’wah)
a.      Pengertian
perilaku dan amal para dai adalah cerminan dari dakwahnya. oleh karena itu, Allah mengutus Nabi SAW sebagai Rasul-Nya untuk menjadi teladan umat manusia. Allah menghendaki utusanNya yang menjadi teladan dalam perilaku, ibadah, muamalah, dan kebiasaan sehari-hari. jadi, wajib bagi seorang dai untuk mempelajari perjalanan hidup Rasulullah. Karena sirah nabawiyah menceritakan kita tentang kepribadian manusia yang dimuliakan Allah sehingga menjadi teladan yang paling sempurna bagi orang-orang beriman bahkan menjadi tokoh idola umat manusia. keteladanan Rasulullah bukan sekedar untuk dibanggakan, tetapi untuk diikuti umat manusia sesuai kemampuan masing-masing. karena islam melihat bahwa keteladanan merupakan sarana dakwah dan pendidikan paling efektif.[1]
Firman Allah dalam (QS. AS Shaf 61 : 2-3)
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä zNÏ9 šcqä9qà)s? $tB Ÿw tbqè=yèøÿs? ÇËÈ   uŽã9Ÿ2 $ºFø)tB yYÏã «!$# br& (#qä9qà)s? $tB Ÿw šcqè=yèøÿs? ÇÌÈ  
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.
Dari ayat diatas dapat kita ketahui bahwa memberi keteladana sebelum berdakwah adalah bahwa kita sebagai seorang da’i haruslah terlebih dahulu yang melaksanakan apa yang nantinya akan kita dakwah atau kita serukan kepada mad’u atau dalam ilmu komunikasi ini dinamakan bagaimana baiknya integritas kita menurut pandangan mad’u karna dalam komunikasi yang akan diterima itu tidak hanya apa yang disampaikan saja namun siapa yang menyampaikannya juga.
Nabi juga terus memperluas dakwahnya sebagaimana yang telah disaksikan oleh dunia. Dakwah yang mampu menegakkan eksistensi kemanusiaan secara utuh manusia telah melihat sendiri betapa rasuullah memiliki sifat yang baiak. Dan akirny mereka percaya dengan kebenaran prinsip prinsip yang konkrit dan aktual yang dibawakan oleh rasulullah.  Karaena mereka telah melihat langsung dengan mata kepala mereka sendiri bagaimana rasulullah telah melaksanakan prinsip prinsip tersebut sehingga jiwa mereka tergerak dan perasaan mereka menggelora ingin meneladani rasulullah sesuai dengan kemampuan mereka masin masing.
b.      Bentuk Keteladanan Sebelum Berdakwah[2]
·         Keteladanan Manusiawi.
Para dai ibarat pelita di kegelapan malam. Mereka adalah imam yang membawa petunjuk bagi umat yang dipimpinnya. Perilaku dan amal ibadah adalah cerminan dari dakwahnya. Mereka adalah teladan dalam pembicaraan dan amal. Oleh karena itu, mereka harus mau mempelajari sifat-sifat rasulullah. Mereka wajib mempelajari perjalanan hidup rasulullah karena perjalanan hidup beliau menceritakan kepribadian yang mulia sehingga dapat menjadi teladan yang baik bagi manusia.
·         Keteladanan untuk diikuti.
Islam menampilkan keteladanan yang baik bagi umat manusia agar bisa diikuti dan diaplikasikan dalam diri mereka sesuai kemampuan masing-masing individu. Karena keteladanan menjadi sarana dakwah dan pendidikan yang paling efektif.
·         Keteladanan; itu yang pertama.
Masyarakat harus memperoleh teladan dari pemimpinnya agar mereka dapat melihat langsung prinsip-prinsip kebaikan tersebut lalu merealisasikannya dalam diri mereka. Dakwah melalui keteladanan akan lebih bermakna ketimbang melalui teori atau lisan saja.
·         Mulailah dari diri sendiri.
Sebelum mengajak orang lain, seorang mukmin harus memulainya dulu. Ketika menjadi dai, ulama, atau aktivis dakwah yang ikhlas, maka dia harus menjadi teladan yang baik terhadap apa yang didakwahkannya. Jika tidak demikian, tidak akan ada yang mau mendengar kata-katanya serta tidak bermanfaat ilmunya dan orang tersebut tidak melihatnya dengan hormat kecuali sikapnya sesuai dengan apa yang digariskan Allah.
·         Antara tukang bicara dan pekerja.
Suatu manhaj Allah tidak akan terealisasi jika tidak ada orang yang berkomitmen untuk mewujudkannya. Oleh karena itu, Nabi tampil sebagai teladan bagi manusia baik ucapan maupun perbuatan. Imam Hasan Al-Banna berkata, “Sesungguhnya tukang bicara itu berbeda dari ahli amal dan ahli beramal berbeda dengan ahli jihad, dan ahli jihad berbeda pula dari ahlli jihad yang produktif dan bijaksana. Dia memperoleh keuntungan yang gemilang dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya.” Hendaknya para dai menjadi teladan dimana pun berada sehingga nampak risalah yang dibawanya untuk manusia. Dengan demikian, masyarakat sekitar akan merasakan keterlibatannya dalam gerakan dakwah ini.
·         Peringatan untuk para dai.
Sayyid Quthb dalam tafsir Fi Zhilalil Quran, menafsirkan QS Al-Baqarah: 44, sesungguhnya bahaya para tokoh agama (Rijal Ad-Din) adalah ketika agama telah berubah menjadi profesi. Saat itu agama bukan sebagai akidah yang memotivasi. Mereka berbicara yang tidak sesuai dengan hati, mereka memerintah namun tidak melakukannya sendiri. Mereka melarang namun mereka mengabaikan. Mereka mengubah kalam demi hawa nafsunya. Mereka memberi fatwa sesuai nash namun berbeda dengan hakikat agama. Oleh karena itu, dai harus jujur dan bersungguh-sungguh introspeksi diri agar selalu istiqamah taat di jalan Allah.
·         Awas murka Allah.
Tanda orang munafik adalah jika berjanji mengingkari, jika berbicara dusta, dan jika dipercaya berkhianat. Amal yang paling dicintai Allah adalah beriman kepada Nya dengan tidak ada keraguan sedikit pun, kemudian berjihad (memerangi) orang-orang bermaksiat pada-Nya (orang yang tidak beriman dan menentang-Nya).
·         Sejak bersama jiwa.
Sifat terpenting yang dimiliki seorang dai adalah jujur dan istiqamah sehingga apa yang tampak pada lahir sama dengan batin. Tanggung jawab seorang dai kepada masyarakat semestinya tidak mengabaikan tanggung jawab terhadap diri sendiri. Kesibukan memperbaiki manusia, semestinya tidak melupakannya untuk memperbaiki diri sendiri. Karena kewajiban mereka adalah memenuhi tanggung jawab terhadap diri mereka, baru kemudian terhadap masyarakat.
·         Pelajaran untuk pembinaan.
Arahan seorang dai bisa diingat, juga bisa terlupakan namun jika pribadi dai itu bisa menjadi teladan yang baik, maka dia akan lekat diingat. Keteladanan yang baik merupakan dakwah amaliyah bukan hanya lisan, yang berarti dakwah dengan perilaku sebelum dakwah dengan perkataan. Dan hendaknya pemikiran, tulisan, dan perkataan dai dapat dijelmakan menjadi gerakan sekaligus mengubah kehidupan.
·         Takut kepada Allah.
Seorang dai harus sama antara lahir dan batinnya. Ia selalu muhasabah dalam segala urusan dan gerak langkah, bahkan dalam diamnya bermuhasabah melihat kekurangan dan kesalahannya. Ia memelihara dirinya dan membersihkan hatinya serta bermuhasabah terhadap seluruh anggota badannya. Senantiasa menjaga perasaannya dan takut jika dia larut dalam angan-angan. Seorang dai yang sukses adalah dai yang mengajak kepada kebenaran dengan perilakunya meski hanya sedikit bicara. Karena pribadinya menjadi contoh yang hidup dan bergerak, menggerakan prinsip yang diyakininya.
·         Kemenangan palsu.
Orang-orang yang kalah dalam peperangan, bisa jadi menerimanya, namun belum tentu mereka akan mengikuti kita dengan ikhlas dalam perasaan maupun pemikiran. Karena itu, yakinlah bahwa keteladanan satu-satunya jalan untuk memudahkan tersebarnya dakwah di segala sektor kehidupan. Para dai yang berhasil membuka kemenangan adalah orang-orang yang akidahnya mantap dan keluhan perilakunya menakjubkan. Mereka adalah teladan yang baik dalam kemuliaan dan keadilan.
·         Tugas mulia.
Para dai mengemban tugas para Nabi. Mereka tidak boleh mengharap selain ridho Allah. Mereka yang paling berhak diikuti pola hidup dan petunjuknya serta dijadikan teladan baik ketika hidup atau sesudah matinya. Idealnya, seorang dai adalah orang yang cerdas akalnya, bersih hatinya, baik dalam muamalah maupun sesama, menepati janji, istiqamah, dan kebajikannya telah dikenal sejak muda sebelum dakwahnya. Sesungguhnya yang ditampilkan oleh Nabi adalah kepemimpinan yang bijaksana dan benar. Semua berjalan dengan petunjuk dan bimbingan langsung dari Allah.

c.       Ruang Lingkup dan Tujuanya
Dalam sebuah hadist Rasulullah[3] :
Diceritakan kepada kita Ali, diceritakn kepada kami Sufyan, dari ‘amasy dari abi wa’il dia berkata: telah di ucapkan kepada usamah bahwa Pada hari kiamat kelak, ada seseorang yang dihadapkan (kepada Allah), lLu ia dilemparkan ke dalam neraka. Di neraka ini, isi perut dan ususnya berhamburan keluar. Ia berputar-putar seperti keledai mengelilingi batu penggilingan. Dikatakan kepadanya, : “p yng terjada pada dirimu, padahal dahulu kamu suka memerintahkan kita untuk berbuat kebaikan dan mencegah kita dari keburukan ?” ia menjawab , “memang dahulu aku suka memerintahkan kalian berbuat kebaian, tetapi saya sendiri tidak melaksanakannya, dan saya juga melarang kalian berbuat keburukan, tatapi saya sendiri justru melaksanakannya”.
keteladanan dilihat dari perilaku. Seorang anak membutuhkan teladan/ contoh yang baik dari keluarganya, keluarga membutuhkan teladan dari masyarakat, masyarakat membutuhkan teladan dari pemimpinnya. Bagaimana mungkin seorang pendusta mendakwahi rakyatnya untuk bersikap jujur? Berdakwah tanpa keteladanan tidak akan memberi arti apa-apa, tidak akan didengarkan, bahkan meninggalkan pengaruh buruk pada diri objek dakwah.
Keteladanan harus dimulai dari diri sendiri. Seorang mukmin sejati wajib memulai sesuatu dari dirinya sebelum dia mengajak orang lain, sehingga akan terlihat dengan jelas bahwa dai melakukan apa yang ia katakan, bukan hanya menjadi tukang bicara. Para dai hendaklah menjadi suri tauladan yang baik bagi masyarakat tujuanya agar risalah yang mereka dakwahkan tergambar dalam langkah-langkah mereka. Yang berbahaya adalah apabila agama telah berubah menjadi profesi, bukan lagi sebagai akidah serius yang mampu memotivasi.
Karena dakwah yang hanya menjadi profesi adalah dakwah yang akan muncul tanpa ruh, tidak muncul dari hati. Oleh karena itu, menjadi keharusan bagi setiap dai untuk mengekspresikan setiap nilai yang hendak disampaikan dalam dakwah melalu ucapan dan perbuatan. Dari sinilah, dai wajib untuk bersungguh-sungguh menginstrospeksi diri, sehingga dapat selalu istiqomah dalam ketaatannya, karena jika demikian, apa yang tampak pada lahir sama dengan batin.
Tanggung jawab para dai terhadap masyarakatnya seharusnya tidak melupakan tanggung jawab mereka terhadap diri mereka sendiri. Kesibukan untuk memperbaiki manusia seharusnya tidak memalingkannya dari memperbaiki keadaan mereka sendiri. Hendaknya para dai memelihara dirinya dan membersihkan hatinya serta bermuhasabah terhadap seluruh anggota badannya dengan melakukan perenungan sejenak disela-sela waktunya. Dengan selalu berterus terang pada diri sendiri pula, keteladanan dai tidak mudah terlupakan oleh objek dakwah. Keteladanan yang baik itu merupakan dakwah amaliyah dan bukan dakwah lisan saja. Keteladanan berarti dakwah dengan perilaku sebelum dakwah dengan perkataan.



[1] Aziz, Jum’ah Amin Abdul. 2005. Fiqh Dakwah. Era Intermedia: Surakarta hal 176

[2] Op.cit.2005. Fiqh Dakwah. Era Intermedia: Surakarta hal 176-183
[3] lubbna.wordpress.com/beberapa-kaidah-dari-ushul-fiqih-bimbingan-untuk-dai//2012/09/16

Tidak ada komentar:

Posting Komentar