Kamis, 27 November 2014

KEPRIBADIAN ATAU SIFAT YANG HARUS DIMILIKI SEORANG DA’I

KEPRIBADIAN ATAU SIFAT YANG HARUS DIMILIKI SEORANG DA’I

a.      Kepribadian Atau Sifat Yang Harus Dimilki Oleh Seorang Da’i
Sebelum kita masuk dalam kepribadian dan sifat yang harus dimiliki oleh seorang dai, mari kita me-refresh kembali ingatan kita mengenai pengertian dai.  Di dalam Al-Qur'an kata dai berakar dari دَعَا (da’a), يَدْعُوْ (yad’u), دَعْوَةً (da’watan) dan الداع (dai) isim failnya, orang yang meminta, orang yang menyeru atau orang yang mengajak pada sesuatu.[1]
Menurut A. Hasjimy, dalam bukunya dustur dakwah menurut Al-Qur'an, bahwa imam al-ghazali mengemukakan pendapatnya bahwa dai itu adalah para penasehat, para pemimpin dan para pemberi ingat, yang memberikan nasehat dengan baik, yang mengarang dan berkhutbah, yang memusatkan jiwa raganya dalam wa’ad dan wa’id (berita pahala dan siksa) dan dalam membicarakan kampung akhirat untuk melepaskan orang-orang yang karam dalam gelombang dunia.
Dibawah ini kepribadian atau sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang dai:[2]
1.      Amanah (terpercaya)
Amanah (terpercaya) adalah sifat utama yang harus dimilki oleh seorang dai sebelum sifat-sifat yang lain. Ini merupakan sifat yang dimilki oleh seluruh nabi dan rasul. Karena amanah selalu bersamaan dengan ash-shidq (kejujuran), maka tidak ada manusia jujur yang tidak terpercaya, dan tidak ada manusia terpercaya yang tidak jujur. Dengan demikian  mengemban tugas amanah bukanlah suatu perkara yang ringan dan mudah. Setidaknya hal ini dapat kita lihat dari penolakan yang dilakukan oleh langit dan gunung-gunung, ketika mereka ditawari oleh Allah SWT untuk memanggul amanah.
Artinya : “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanatkepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh.”
2.      Shidq (jujur)
Adapun shidq yang berarti kejujuran dan kebenaran, lawan kata dari kedustaan, termasuk antara sifat-sifat dasar yang menjelaskan potensi dasar seorang pelopor perjuangan.
Hal ini menjadi sangat penting, karena tanpanya perkataan seseorang tidak akan didengar, terlebih dipercaya. Jujur berarti benar dalam ucapan sesuai dengan kata hati yang sesungguhnya. Tidak menutup-nutupi kebenaran ataupun kesalahan. Yang benar dikatakan benar, dan yang salah diakatakan salah. Adapun tingkatan-tingkatan shidq sebagai berikut:[3]
Ø  Shidq dalam perkataan
Merupakan kewajiban bagi setiap muslim untuk memelihara tutur katanya. Hendaknya ia tidak berbicara kecuali dengan jujur. Dan kesempurnaan shidqul qaul adalah menjaga kata-kata yang diplomatis.
Demikianlah, seorang da’i harus mempunyai kepekaan perasaan atas dirinya, sehingga dalam setiap kondisi selalu bermunajat kepada rabbnya. Agar kejujuran itu menjadi pembimbingnya dalam segala sesuatu, dia harus merasa malu kepada allah ketika lisannya mengucapkan.

Ø  Shidq dalam niat dan kehendak
Shidq dalam niat dan kehendak dikembalikan kepada keikhlasan artinya, tidak ada motivaasi dalam gerak atau diamnya selain karena Allah SWT. Jika niat seperti itu disertai dengan keinginan-keinginan nafsu, niscaya kejujurannya menjadi batal (hilang).
Ø  Shidqul “azam (tekad yang benar)
Yaitu semangat yang kuat, tidak ada kecendrungan lain, tidak melemah dan tidak ragu-ragu.
Ø  Shidq dalam menepati janji
Diantara orang-orang yang beriman ada orang-orang yang jujur (menepati) apa yang mereka janjikan kepadan Allah SWT.
Ø  Shidq dalam bekerja
Artinya hendaknya bersungguh-sungguh dalam beramal sehingga apa yang tampak dalam perbuatannya adalah apa yang ada dalam hatinya. Barang siapa yang memberi nasehat kepada oarang lain dengan tutur kata yang baik, tetapi hatinya menginginkan agar ia dikatakan sebagai orang alim, ia telah berbohong  dengan perilakunya. Ia tidak jujur, karena kejujuran beramal adalah sikap yang dalam kedaan sendiri ataupun dihadapan banyak orang. Artinya, batinya seperti zhahirnya atau bahkan lebih baik daripada zhahirnya.
Oleh karena itu, sifat jujur dan amanah saling memperkuat, dan merupakan dua sifat yang tidak bisa dipisahkan, keduanya berkaitan erat dengan keikhlasan berkut.
3.      Ikhlas
        Menurut DR. Yusuf Al-Qaradhawi, orang yang ikhlas adalah orang yang amal perbuatannya hanya didasari dengan mengharap keridhoan Allah SWT, membersihkannya dari segala noda individual mapun duniawi.
        Nabi SAW berkata kepada Mu’adz,
“ ikhlaskanlah amalmu, maka akan cukup bagimu (amal) yang sedikit”
Oleh karena itu, terapi keikhlasan adalah dengan menghilangkan keinginan-keinginan nafsu dan memutus sifat tamak terhadap dunia, serta hanya menginginkan akhirat. Keinginan akan akhirat itulah yang dominan dalam hati. Dengan demikian keihlasan itu akan mudah diperoleh, karena betapa banyak amalan yang diperbuat oleh manusia dengan susah payah. Dia mengira bahwa amalan-amalan itu secara ikhlas dilakukan karena Allah, akan tetapi ternyata ia tertipu, karena ia tidak melihat bahaya didalamnya. Maka hendaklah seorang dai sangat berhati-hati dan selalu melakukan introspeksi diri, sehingga dakwahnya benar-benar murni karena Allah SWT. Hendaklah ia selalu berkata kepada dirinya, katakanlah saya tidak meminta imbalan (atas dakwahku), tidak ada yang memberi imbalan kepadaku kecuali (Allah SWT ) tuhan semesta alam.
4.      Sabar
        Sabar berarti tabah, tahan uji, tidak mudah putus asa, tidak tergesa-gesa, juga tdak mudah marah. Seorang da’i yang menginginkan kebajikan dalam dakwahnya perlu memiliki sifat sabar dalam segala situasi dan kondisi.
Sabar merupakan salah satu inti kebahagiaan, sebagaimana dikatakan oleh imam ibnul qayyim, “inti kebahagiaan itu ada tiga:
§  Apabila mendapat nikmat ia bersyukur
§  Apabila diuju ia sabar
§  Dan apabila ia berbuat dosa maka beristighfar.”
Selain itu, jiwa manusia memiliki dua kekuatan: kekuatan untuk maju kedepan, dan kekutan untuk mengendalikan diri. Hakikat sabar ialah mempergunakan “keuatan maju kedepan” untuk melakukan sesuatu yang membawa manfaat bagimu, dan menggukan “kekuatan pengendalian” untuk mencegah diri dari apa-apa yang membahayakanmu. Dengan demikian setiap muslim akam memiliki keabaran untuk melaksanakan ketaatan  dan kesabaran untuk meninggalkan maksiat, sehingga dirinya dihiasi dengan akhlak mulia. Sosok pribadi seperti inilah yang akan mampu mewarnai masyarakat dan memformatnya dengan fornat Allah SWT.
Sabar tidak bisa dicapai kecuali dengan tiga hal:
§  Menahan diri dari mengeluh
§  Menahan lisan dari perkataan kotor dan mengadu domba
§  Menahan anggota badan dari perbuatan zalim
Dengan itu, seorang muslim merasa mulia dan bersih hatinya, seakan ia terbang kelangit bersama para malaikat Allah SWT yang mulia.
5.      Hirs (perhatian yang besar)
      Seorang da’i harus memilki hirsh (perhatian yang besar) kepada objek dakwahnya, sampai yang bersangkutan merasakan adanya perhatian yang besar tersebut. Persaan seperti ini akan mampu membuka hatinya dan menggugah persaannya, sehingga objek dakwah siap mendengarkan apa yang disampaikannya.
      Seorang dai sejati yang ikhlas karena Allah SWT akan merasa sakit dan meyesal ketika ia melihat hambatan, penghinaan, dan pelecehan manusia terhadap dakwahnya. Namun, ia tetap beriaman dan meyakini bahwa dakwahnya adalah dakwah yang haq, dan jalannya adalah jalan yang lurus (benar).
Contoh sikap hirs
Didalam kisah nabi Luth a.s kamu bisa melihat perhatia (hirsh) itu  tampak didalam perdebatan antara sayyidina ibrahim dengan para utusan Allah SWT (malaikat) yang pernah datang kepada kaum luth a.s demikian itu tedapat pada firman Allah SWT,
 Artinya : “Maka tatkala rasa takut hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang kepadanya, diapun bersoal jawab dengan (malaikat-malaikat) Kami tentang kaum Luth. Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang Penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah.”

6.      Tsiqah (percaya), punya ingatan yang kuat
Keimanan seorang da’i sangat dalam dan kepercayaannya sangat besar terhadap kemenangan agama. Ia percaya bahwa sesungguhnya islam akan dimenangkan umatnya, merdeka daulahnya, dan berkibar tinggi panji-panjinya. Ajarannya akan tersebar di seluruh penjuru bumi dari timur sampai ke barat, betapapun musuh-musuh terus-menerus membuat makar.

7.      Ramah, Hilm, Dan Al-Anat Ramah(kasih sayang)
      Sesungguhnya, sikap kasih sayang dalam segala hal sangat diharapkan, diskusi dan dianjurkan baik dalam syariat maupun secara akal. Dengan sikap itu, bermacam-macam keinginan dan kebaikan dapat dicapai, yang tidak mungkin tercapai dengan cara kekerasan dan kekasaran.
      Seorang dai wajib mengetahui bahwa risalah yang diembannya untuk seluruh manusia ini adalah risalah ramah (kasih sayang). Ramah (kasih sayang) itu meliputi kasih sayang dalam akidah, syariat, dan akhlak. Ramah (kasih sayang) tidak akan terwujud kecuali dengan memperhatikan orang yang di dakwahi. Oleh sebab itu, janganah  membenci mereka, tetapi tanamkan sifat kasih sayang terhadap mereka, sehingga kamu bisa melihat apa yang mereka tidak bisa melihatnya, dan kamu dapat membawa mereka kearah kebaikan.
o   Hilm (penyantun)
Sesungguhnya sifat penyantun (hilm) itu merupakan salah satu tanda dari tanda-tanada kenabian Rasulullah SAW, sebagaimana diceritakan oleh Abddullah Bin Salam mengenai kisah zaid bin sa’nah. Abdullha bin salam berkata: “ sesungguhnya Allah SWT ketiak  hendak memberi petunjuk pada Zaid Bin Sa’nah, Zaid berkata,’tidak ada sedikitpun dari tanad-tanda kenabian kecuali aku telah melihatnya di wajah muhammad saw ada dua hal yang akan aku beritahukan, sifat hilmnya mendahului ketidak tahuannya, dan ketidaktahuan yang sangat itu tidak menambahinya kecuali semakin bersikap halim. Aku pernah pergi kepadanya untuk berkawan dengannya, maka aku mengetahui sifat hilmnya dari ketidaktahuannya.
o   Al-anat (lemah lembut)
Keberhasilan dakwah memanage dan mengatur strategi dakwah. Hal ini dapat kita telusuri dari aplikasi hikmah yang diterapkan rasulullah bukan hanya faktor Ilahiyah (takdir Allah), tetapi juga disebabkan oleh kelihaian beliau dalam mencermati adanya perbedaan sarana dan kondisi atau dalam kerangka frame of reference dan field of experience yang berbeda dari berbagai objek dakwah. Sifat-sifat rasul yang digambarkan dalam al-Quran seperti kasih sayang.
Artinya : “ sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin.”(QS. At-Taubah:128)

8.      Wa’iy (pengetahuan yang luas)
Wa’iy atau pengetahuan yang luas, adalah kaharusan bagi seorang dai untuk membekali dirinya dengan berbagai wawasan dan pengetahuan, baik yang berkaitan dengan agama, pemikiran, politik, ataupun masalah gerakan dakwah itu sendiri.
Seorang da’i tidak boleh meninggalkan realitas dan hakikatnya, tidak boleh juga berpegang kepada sesuatu yang berlebihan, karena dawah membutuhkan akal seorang insiyur yang piawai dan kecerdasan seorang dokter yang berpengalaman untuk melakukan pembersihan. Kemudian diiringi dengan menghiasi diri, yaitu degan berbagai keutamaan, sehingga terwujudlah masyarakat yang diidam-idamkan. Dia tegak diatas perencanaan yang rapi, karena harakah yang rusak tidak mendatangkan kebaikan dan tidak memberikan manfaat, sebagaimana tutur kata yang tidak tersusun itu juga tidak membawa pengaruh yang baik.
Demikianlah, selain membutuhkan fiqih, ilmu, dan perencanaan, da’i juga membutuhkan dua sayap, yaitu sayap ketakwaan agar ia benar-benar total dalam beramal kepada Allah SWT dan sayap kepekaan agar ia dapat terhindar dari tipu daya, rencana jahat, dan makar musuh, betapa banyak orang yang bertakwa, tetapi ia tidak memiliki kepekaan, sehingga ia jatuh dalam perangkap musuh, dan betapa banyak dari dai yang tidak memiliki ketakwaan yang akhirnya tenggelam dalam kenikmatan dunia dan mengikuti hawa nafsunya.




[1] Fathul Bahri An-Nabiry, Meniti Jalan Dakwah Bekal Perjuangan Para Dai, Amzah,Jakarta: 2008, h. 162
[2] Salmadanis. 2004. Dai dan Kepemimpinan. Minangkabau Foudation: Jakarta- Barat h.94-117
[3] Ummi.or.id/ keutamaan-dakwahfadhailaddawah artikel, minggu tanggal 24 02 2013 jam 13.24

Tidak ada komentar:

Posting Komentar