Memberi Keteladanan Sebelum
Berdakwah
(Al Qudwah Qabla Ad’ Da’wah)
a.
Pengertian
perilaku
dan amal para dai adalah cerminan dari dakwahnya. oleh karena itu, Allah
mengutus Nabi SAW sebagai Rasul-Nya untuk menjadi teladan umat manusia. Allah
menghendaki utusanNya yang menjadi teladan dalam perilaku, ibadah, muamalah,
dan kebiasaan sehari-hari. jadi, wajib bagi seorang dai untuk mempelajari
perjalanan hidup Rasulullah. Karena sirah nabawiyah menceritakan kita tentang
kepribadian manusia yang dimuliakan Allah sehingga menjadi teladan yang paling
sempurna bagi orang-orang beriman bahkan menjadi tokoh idola umat manusia.
keteladanan Rasulullah bukan sekedar untuk dibanggakan, tetapi untuk diikuti
umat manusia sesuai kemampuan masing-masing. karena islam melihat bahwa keteladanan
merupakan sarana dakwah dan pendidikan paling efektif.[1]
Firman Allah dalam (QS. AS Shaf 61 : 2-3)
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
zNÏ9
cqä9qà)s?
$tB
w
tbqè=yèøÿs?
ÇËÈ uã92
$ºFø)tB
yYÏã
«!$#
br&
(#qä9qà)s?
$tB
w
cqè=yèøÿs?
ÇÌÈ
Artinya: Wahai
orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak
kamu kerjakan? Amat
besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu
kerjakan.
Dari
ayat diatas dapat kita ketahui bahwa memberi keteladana sebelum berdakwah
adalah bahwa kita sebagai seorang da’i haruslah terlebih dahulu yang
melaksanakan apa yang nantinya akan kita dakwah atau kita serukan kepada mad’u
atau dalam ilmu komunikasi ini dinamakan bagaimana baiknya integritas kita
menurut pandangan mad’u karna dalam komunikasi yang akan diterima itu tidak
hanya apa yang disampaikan saja namun siapa yang menyampaikannya juga.
Nabi
juga terus memperluas dakwahnya sebagaimana yang telah disaksikan oleh dunia.
Dakwah yang mampu menegakkan eksistensi kemanusiaan secara utuh manusia telah
melihat sendiri betapa rasuullah memiliki sifat yang baiak. Dan akirny mereka
percaya dengan kebenaran prinsip prinsip yang konkrit dan aktual yang dibawakan
oleh rasulullah. Karaena mereka telah
melihat langsung dengan mata kepala mereka sendiri bagaimana rasulullah telah
melaksanakan prinsip prinsip tersebut sehingga jiwa mereka tergerak dan
perasaan mereka menggelora ingin meneladani rasulullah sesuai dengan kemampuan
mereka masin masing.
b. Bentuk
Keteladanan Sebelum Berdakwah[2]
·
Keteladanan Manusiawi.
Para
dai ibarat pelita di kegelapan malam. Mereka adalah imam yang membawa petunjuk
bagi umat yang dipimpinnya. Perilaku dan amal ibadah adalah cerminan dari
dakwahnya. Mereka adalah teladan dalam pembicaraan dan amal. Oleh karena itu,
mereka harus mau mempelajari sifat-sifat rasulullah. Mereka wajib mempelajari
perjalanan hidup rasulullah karena perjalanan hidup beliau menceritakan
kepribadian yang mulia sehingga dapat menjadi teladan yang baik bagi manusia.
·
Keteladanan untuk diikuti.
Islam
menampilkan keteladanan yang baik bagi umat manusia agar bisa diikuti dan
diaplikasikan dalam diri mereka sesuai kemampuan masing-masing individu. Karena
keteladanan menjadi sarana dakwah dan pendidikan yang paling efektif.
·
Keteladanan; itu yang pertama.
Masyarakat
harus memperoleh teladan dari pemimpinnya agar mereka dapat melihat langsung
prinsip-prinsip kebaikan tersebut lalu merealisasikannya dalam diri mereka.
Dakwah melalui keteladanan akan lebih bermakna ketimbang melalui teori atau
lisan saja.
·
Mulailah dari diri sendiri.
Sebelum
mengajak orang lain, seorang mukmin harus memulainya dulu. Ketika menjadi dai,
ulama, atau aktivis dakwah yang ikhlas, maka dia harus menjadi teladan yang
baik terhadap apa yang didakwahkannya. Jika tidak demikian, tidak akan ada yang
mau mendengar kata-katanya serta tidak bermanfaat ilmunya dan orang tersebut
tidak melihatnya dengan hormat kecuali sikapnya sesuai dengan apa yang
digariskan Allah.
·
Antara tukang bicara dan pekerja.
Suatu
manhaj Allah tidak akan terealisasi jika tidak ada orang yang berkomitmen untuk
mewujudkannya. Oleh karena itu, Nabi tampil sebagai teladan bagi manusia baik
ucapan maupun perbuatan. Imam Hasan Al-Banna berkata, “Sesungguhnya tukang
bicara itu berbeda dari ahli amal dan ahli beramal berbeda dengan ahli jihad,
dan ahli jihad berbeda pula dari ahlli jihad yang produktif dan bijaksana. Dia
memperoleh keuntungan yang gemilang dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya.”
Hendaknya para dai menjadi teladan dimana pun berada sehingga nampak risalah
yang dibawanya untuk manusia. Dengan demikian, masyarakat sekitar akan
merasakan keterlibatannya dalam gerakan dakwah ini.
·
Peringatan untuk para dai.
Sayyid Quthb dalam tafsir Fi Zhilalil Quran, menafsirkan
QS Al-Baqarah: 44, sesungguhnya bahaya para tokoh agama (Rijal Ad-Din) adalah
ketika agama telah berubah menjadi profesi. Saat itu agama bukan sebagai akidah yang memotivasi. Mereka
berbicara yang tidak sesuai dengan hati, mereka memerintah namun tidak
melakukannya sendiri. Mereka melarang namun mereka mengabaikan. Mereka mengubah
kalam demi hawa nafsunya. Mereka memberi fatwa sesuai nash namun berbeda dengan
hakikat agama. Oleh karena itu, dai harus jujur dan bersungguh-sungguh
introspeksi diri agar selalu istiqamah taat di jalan Allah.
·
Awas murka Allah.
Tanda orang munafik adalah jika berjanji mengingkari,
jika berbicara dusta, dan jika dipercaya berkhianat. Amal yang paling dicintai
Allah adalah beriman kepada Nya dengan tidak ada keraguan sedikit pun, kemudian
berjihad (memerangi) orang-orang
bermaksiat pada-Nya (orang yang tidak beriman dan menentang-Nya).
·
Sejak bersama jiwa.
Sifat
terpenting yang dimiliki seorang dai adalah jujur dan istiqamah sehingga apa
yang tampak pada lahir sama dengan batin. Tanggung jawab seorang dai kepada
masyarakat semestinya tidak mengabaikan tanggung jawab terhadap diri sendiri.
Kesibukan memperbaiki manusia, semestinya tidak melupakannya untuk memperbaiki
diri sendiri. Karena kewajiban mereka adalah memenuhi tanggung jawab terhadap
diri mereka, baru kemudian terhadap masyarakat.
·
Pelajaran untuk pembinaan.
Arahan seorang dai bisa diingat, juga bisa terlupakan
namun jika pribadi dai itu bisa menjadi teladan yang baik, maka dia akan lekat
diingat. Keteladanan
yang baik merupakan dakwah amaliyah bukan hanya lisan, yang berarti dakwah
dengan perilaku sebelum dakwah dengan perkataan. Dan hendaknya pemikiran,
tulisan, dan perkataan dai dapat dijelmakan menjadi gerakan sekaligus mengubah
kehidupan.
·
Takut kepada Allah.
Seorang
dai harus sama antara lahir dan batinnya. Ia selalu muhasabah dalam segala
urusan dan gerak langkah, bahkan dalam diamnya bermuhasabah melihat kekurangan
dan kesalahannya. Ia memelihara dirinya dan membersihkan hatinya serta
bermuhasabah terhadap seluruh anggota badannya. Senantiasa menjaga perasaannya dan
takut jika dia larut dalam angan-angan. Seorang dai yang sukses adalah dai yang
mengajak kepada kebenaran dengan perilakunya meski hanya sedikit bicara. Karena
pribadinya menjadi contoh yang hidup dan bergerak, menggerakan prinsip yang
diyakininya.
·
Kemenangan palsu.
Orang-orang
yang kalah dalam peperangan, bisa jadi menerimanya, namun belum tentu mereka
akan mengikuti kita dengan ikhlas dalam perasaan maupun pemikiran. Karena itu,
yakinlah bahwa keteladanan satu-satunya jalan untuk memudahkan tersebarnya
dakwah di segala sektor kehidupan. Para dai yang berhasil membuka kemenangan
adalah orang-orang yang akidahnya mantap dan keluhan perilakunya menakjubkan.
Mereka adalah teladan yang baik dalam kemuliaan dan keadilan.
·
Tugas mulia.
Para
dai mengemban tugas para Nabi. Mereka tidak boleh mengharap selain ridho Allah.
Mereka yang paling berhak diikuti pola hidup dan petunjuknya serta dijadikan
teladan baik ketika hidup atau sesudah matinya. Idealnya, seorang dai adalah
orang yang cerdas akalnya, bersih hatinya, baik dalam muamalah maupun sesama,
menepati janji, istiqamah, dan kebajikannya telah dikenal sejak muda sebelum
dakwahnya. Sesungguhnya yang ditampilkan oleh Nabi adalah kepemimpinan yang
bijaksana dan benar. Semua berjalan dengan petunjuk dan bimbingan langsung dari
Allah.
c. Ruang Lingkup
dan Tujuanya
Dalam sebuah hadist Rasulullah[3] :
Diceritakan kepada kita Ali, diceritakn kepada kami Sufyan, dari ‘amasy
dari abi wa’il dia berkata: telah di ucapkan kepada usamah bahwa Pada hari
kiamat kelak, ada seseorang yang dihadapkan (kepada Allah), lLu ia dilemparkan
ke dalam neraka. Di
neraka ini, isi perut dan ususnya berhamburan keluar. Ia berputar-putar seperti
keledai mengelilingi batu penggilingan. Dikatakan kepadanya, : “p yng terjada
pada dirimu, padahal dahulu kamu suka memerintahkan kita untuk berbuat kebaikan
dan mencegah kita dari keburukan ?” ia menjawab , “memang dahulu aku suka
memerintahkan kalian berbuat kebaian, tetapi saya sendiri tidak
melaksanakannya, dan saya juga melarang kalian berbuat keburukan, tatapi saya
sendiri justru melaksanakannya”.
keteladanan
dilihat dari perilaku. Seorang anak membutuhkan teladan/ contoh yang baik dari
keluarganya, keluarga membutuhkan teladan dari masyarakat, masyarakat
membutuhkan teladan dari pemimpinnya. Bagaimana mungkin seorang pendusta
mendakwahi rakyatnya untuk bersikap jujur? Berdakwah tanpa keteladanan tidak
akan memberi arti apa-apa, tidak akan didengarkan, bahkan meninggalkan pengaruh
buruk pada diri objek dakwah.
Keteladanan
harus dimulai dari diri sendiri. Seorang mukmin sejati wajib memulai sesuatu
dari dirinya sebelum dia mengajak orang lain, sehingga akan terlihat dengan
jelas bahwa dai melakukan apa yang ia katakan, bukan hanya menjadi tukang
bicara. Para dai hendaklah menjadi suri tauladan yang baik bagi masyarakat
tujuanya agar risalah yang mereka dakwahkan tergambar dalam langkah-langkah
mereka. Yang berbahaya adalah apabila agama telah berubah menjadi profesi,
bukan lagi sebagai akidah serius yang mampu memotivasi.
Karena
dakwah yang hanya menjadi profesi adalah dakwah yang akan muncul tanpa ruh,
tidak muncul dari hati. Oleh karena itu, menjadi keharusan bagi setiap dai
untuk mengekspresikan setiap nilai yang hendak disampaikan dalam dakwah melalu
ucapan dan perbuatan. Dari sinilah, dai wajib untuk bersungguh-sungguh
menginstrospeksi diri, sehingga dapat selalu istiqomah dalam ketaatannya,
karena jika demikian, apa yang tampak pada lahir sama dengan batin.
Tanggung
jawab para dai terhadap masyarakatnya seharusnya tidak melupakan tanggung jawab
mereka terhadap diri mereka sendiri. Kesibukan untuk memperbaiki manusia
seharusnya tidak memalingkannya dari memperbaiki keadaan mereka sendiri. Hendaknya
para dai memelihara dirinya dan membersihkan hatinya serta bermuhasabah
terhadap seluruh anggota badannya dengan melakukan perenungan sejenak
disela-sela waktunya. Dengan selalu berterus terang pada diri sendiri pula,
keteladanan dai tidak mudah terlupakan oleh objek dakwah. Keteladanan yang baik
itu merupakan dakwah amaliyah dan bukan dakwah lisan saja. Keteladanan berarti
dakwah dengan perilaku sebelum dakwah dengan perkataan.